Kejar Pengemplang Pajak & Pengusaha Curang: Tantangan Menkeu Purbaya
![]() |
ilustrasi pengusaha curang |
BISNISTRUST.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mendapat sorotan untuk tidak hanya berfokus pada penunggak pajak besar, tetapi juga menindak tegas pengusaha yang melakukan kecurangan. Peneliti dari NEXT Indonesia Center, Sandy Pramuji, menekankan pentingnya konsistensi dalam penegakan hukum pajak dan pemberantasan praktik curang dalam perdagangan untuk meningkatkan penerimaan negara dan menjaga keadilan ekonomi.
Target Rp60 Triliun Belum Cukup: Perluas Sasaran ke Pengusaha Curang
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa diminta untuk lebih agresif dalam upaya penegakan hukum perpajakan. Fokus tidak hanya pada 200 penunggak pajak besar dengan tunggakan mencapai Rp60 triliun, tetapi juga pengusaha yang melakukan manipulasi perdagangan. Sandy Pramuji menyampaikan bahwa tindakan tegas terhadap pengemplang pajak dan pengusaha curang sangat krusial.
Keadilan Ekonomi dan Kepercayaan Publik
Langkah ini tidak hanya berdampak pada peningkatan penerimaan negara, tetapi juga memperkuat keadilan ekonomi bagi seluruh lapisan masyarakat. Kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan dan perdagangan juga menjadi lebih terjaga. Sandy Pramuji menekankan bahwa praktik curang, terutama dalam pencatatan ekspor-impor (trade misinvoicing), menjadi perhatian utama.
Trade Misinvoicing: Ancaman Serius Bagi Keuangan Negara
Trade misinvoicing, yang mencakup perbedaan catatan nilai komoditas antara negara eksportir dan importir, menjadi celah besar bagi kebocoran penerimaan negara. Terdapat dua jenis utama, yaitu under-invoicing (nilai ekspor tercatat lebih rendah) dan over-invoicing (nilai ekspor tercatat lebih tinggi).
Kerugian Akibat Misinvoicing: Angka yang Fantastis
Sandy Pramuji mengungkapkan bahwa praktik misinvoicing telah merugikan keuangan negara dan merusak integritas sistem perdagangan. Data NEXT Indonesia Center periode 2014-2023 menunjukkan potensi misinvoicing mencapai US$1.374,5 miliar, atau sekitar Rp21.992 triliun (kurs Rp16.000 per dolar AS). Nilai misinvoicing ekspor Indonesia mencapai US$654,5 miliar, sementara potensi misinvoicing impor bahkan lebih besar, yaitu US$720 miliar.
Dana Gelap dan Penghindaran Pajak
Setiap tahun, sekitar Rp2.200 triliun dana gelap lolos dari bea cukai dan pajak, sebagian besar merupakan indikasi keuntungan perusahaan yang tidak dilaporkan. Hal ini terjadi akibat upaya menghindari pajak, mencuci uang, dan menyembunyikan keuntungan di luar negeri. Selisih data ekspor-impor akibat misinvoicing merupakan potensi pendapatan negara yang hilang.
Pentingnya Penegakan Hukum dan Pemberantasan Kecurangan
Pemerintah harus serius menggali potensi pendapatan yang hilang akibat trade misinvoicing. Manipulasi pencatatan ekspor merupakan tindakan kejahatan keuangan yang harus ditindak tegas. Pemberantasan illicit financial flow melalui trade misinvoicing bisa mendatangkan penambahan penerimaan negara yang signifikan.
Dampak Jangka Panjang
Upaya menutup celah trade misinvoicing berdampak jangka panjang, seperti meningkatkan kemandirian fiskal, mencegah capital flight, dan memastikan kekayaan dari ekspor sumber daya Indonesia kembali ke Tanah Air untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah harus menindak tegas segala bentuk penghindaran kewajiban fiskal.
Kesimpulan: Keseimbangan Antara Penegakan Hukum dan Pemberantasan Praktik Curang
Dalam upaya meningkatkan penerimaan negara, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa diharapkan tidak hanya fokus pada penunggak pajak besar, tetapi juga menindak tegas pengusaha curang. Pemberantasan trade misinvoicing menjadi kunci untuk mengamankan potensi pendapatan negara yang hilang dan memperkuat fondasi ekonomi Indonesia.
**
Posting Komentar