Karpas Ethnique Gelar ‘Karpas Dyealogue’ untuk Perkuat Ekosistem Pewarna Alam, Dorong Inovasi Limbah Sawit
![]() |
| FGD Karpas Ethnique di Jakarta |
Jakarta, 06 Desember 2025 — Karpas Ethnique kembali menunjukkan komitmennya terhadap keberlanjutan dan eksplorasi kekayaan alam melalui penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) "Karpas Dyealogue" di Hotel Ashley Wahid Hasyim, Jakarta.
Forum strategis ini mempertemukan para pelaku pewarna alam, akademisi, peneliti, pemerhati budaya, dan kreator industri tekstil untuk merumuskan masa depan pewarna alam Indonesia.
Acara ini dilandasi oleh filosofi kuat bahwa alam tidak menciptakan sesuatu yang sia-sia, sebagaimana terangkum dalam tagline Karpas: “Berakar di Bumi, Berkembang di Diri.”
Pandangan ini menginspirasi eksplorasi sumber daya yang selama ini dianggap limbah, seperti daun kelapa sawit. Melalui riset dan proses ekstraksi, bahan yang kerap dipandang tak bernilai tersebut kini diubah menjadi sumber warna alam yang stabil, bersahaja, dan berkarakter unik.
Karpas meyakini bahwa pewarna alam adalah perjalanan menyelami hubungan manusia dengan bumi, yang berujung pada penciptaan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal.
FGD Karpas Ethnique Hubungkan Tradisi, Riset, dan Industri
Sesi diskusi dalam Karpas Dyealogue menghadirkan pembahasan mendalam mengenai berbagai aspek penting, antara lain:
Kebutuhan riset dan standardisasi pewarna alam di tingkat nasional.
Strategi menjaga stabilitas pasokan bahan baku.
Penguatan posisi Indonesia dalam percakapan global mengenai tekstil berkelanjutan.
Peluang kolaborasi industri dan akademik.
Arah menuju produksi pewarna alam yang lebih bertanggung jawab.
Antusiasme peserta menunjukkan bahwa pewarna alam bukan sekadar tren sesaat, tetapi telah menjadi gerakan yang menguat dalam ekosistem tekstil berkelanjutan.
Earth Tone Series: Inovasi Pewarna dari Daun Kelapa Sawit
Salah satu sorotan utama dalam acara ini adalah Earth Tone Series, sebuah rangkaian warna alam yang dihasilkan dari eksplorasi dan ekstrak daun kelapa sawit. Ekstrak ini diaplikasikan pada berbagai jenis serat, mulai dari sutra, katun, rayon, organdy, hingga tencel.
Karya ini menjadi bukti nyata bahwa dengan membuka ruang untuk memahami nilai dari yang terabaikan, sumber daya sederhana dapat diolah menjadi karya bernilai tinggi.
“Pewarna alam mengingatkan kita bahwa setiap unsur bumi menyimpan manfaat. Tugas manusia adalah menemukannya, merawatnya, dan mengolahnya menjadi kebaikan,” ujar salah satu pembicara dalam sesi FGD, menegaskan kesadaran ekologis yang diusung.
Acara ditutup dengan showcase karya warna alam hasil eksperimen Karpas, yang merangkum perpaduan antara riset teknis, estetika visual, dan kesadaran ekologis.
Melalui FGD ini, Karpas Ethnique berharap dapat memperluas ekosistem pewarna alam, memperkuat kolaborasi lintas disiplin, membuka jalan bagi riset berkelanjutan, serta memposisikan Indonesia sebagai pusat inovasi pewarna alam yang diperhitungkan secara global.***
.jpeg)
Posting Komentar