Aliansi Filantropi Desak Pemerintah Lindungi Hak Galang Donasi Bencana Sumatera, Minta Regulasi Lawas Segera Direformasi

Table of Contents

 

BISNISTRUST.COM – Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan (AFAS), yang mewakili lebih dari 100 organisasi dan pegiat filantropi di Indonesia, mendesak Pemerintah untuk segera meninjau dan mereformasi regulasi terkait izin penggalangan donasi. Regulasi yang berlaku saat ini dinilai justru menghambat partisipasi publik yang krusial dalam penanganan bencana.

AFAS menegaskan bahwa kegiatan filantropi termasuk menyumbang dan menggalang donasi merupakan hak konstitusional warga negara. Hak ini adalah manifestasi nyata dari nilai gotong royong dan kebebasan berorganisasi. Oleh karena itu, Negara berkewajiban melindungi hak ini dan regulasi wajib memfasilitasi, bukan membelenggu, partisipasi warga dalam aksi kemanusiaan.

Kebingungan Publik dan Akar Masalah Regulasi Usang

Pernyataan Menteri Sosial mengenai kewajiban izin untuk penggalangan donasi bagi korban bencana di Sumatera telah menimbulkan kebingungan publik dan keraguan terkait kepastian hukum. Dalam situasi kedaruratan, kecepatan dan kelancaran respons menjadi faktor penentu penyelamatan.

Ketentuan tersebut merujuk pada Permensos Nomor 8 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang (PUB), yang masih bertumpu pada kerangka regulasi lama, yaitu Undang-Undang No. 9 Tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1980.

Riza Abdali, perwakilan Aliansi, menjelaskan bahwa UU yang berusia lebih dari enam dekade ini sama sekali tidak mencerminkan realitas digital, partisipasi masyarakat modern, maupun kebutuhan respons kemanusiaan yang mendesak.

"UU yang berusia lebih dari enam dekade ini menjadi akar masalah dari seluruh kerumitan perizinan yang terjadi saat ini," tegas Riza.

Kekuatan Filantropi Grassroots dan Kritik terhadap Permensos 8/2024

Solidaritas sosial masyarakat Indonesia kembali teruji saat bencana melanda Sumatera, yang telah menelan sedikitnya 836 jiwa, meninggalkan 518 orang hilang, melukai sekitar 2.700 orang, dan memaksa lebih dari 52.000 warga mengungsi.

Di tengah situasi berat ini, gelombang inisiatif bantuan dari masyarakat sipil, komunitas, dan individu mengalir deras. Penggalangan dana melalui platform digital, pengumpulan logistik, dan mobilisasi relawan adalah bukti nyata kekuatan filantropi akar rumput.

Namun, berdasarkan kajian AFAS terhadap Permensos No. 8/2024, Aliansi mencatat kekhawatiran substantif:

Prosedural dan Berjenjang: Ketentuan yang bersifat prosedural dan berjenjang berpotensi menyulitkan respons cepat.

Pembatasan Partisipasi: Regulasi berisiko membatasi ruang partisipasi inisiatif individu, komunitas, dan pelaku usaha yang selama ini menjadi ujung tombak gerakan filantropi lokal.

Kegiatan Ad Hoc: Pendekatan regulasi cenderung memandang penggalangan dana sebagai kegiatan ad hoc ketimbang bagian dari praktik organisasi yang berkelanjutan.

Bivitri Susanti, akademisi STHI Jentera, berpendapat bahwa konsep "perizinan" saat ini telah membatasi hak warga. Paradigma ini harus diubah menjadi konsep "mencatat" karena tugas negara adalah mengurus warga. Dalam situasi bencana, Kemensos seharusnya memfasilitasi agar peran yang diambil alih warga tetap tercatat dengan baik.

Permasalahan Implementasi dan Peran Ideal Negara

Pengalaman lapangan anggota Aliansi menunjukkan bahwa implementasi Permensos lebih bermasalah daripada teks regulasinya, di antaranya: persyaratan dokumen yang tidak konsisten, adanya persyaratan tambahan di luar ketentuan, mekanisme perizinan berjenjang yang memakan waktu, tidak adanya SOP standar, dan durasi izin yang hanya berlaku 3 bulan.

AFAS menegaskan, peran ideal negara sebagai regulator dan fasilitator adalah memastikan transparansi, menyediakan data akurat, membuka akses logistik, dan menciptakan iklim yang aman bagi filantropi warga. Pemerintah tidak perlu menggalang donasi secara masif karena masyarakat sipil telah menjalankan fungsi tersebut secara efektif.

"Pemerintah harus beralih dari pendekatan 'controller' menjadi 'enabler'," ujar Riza, dengan menciptakan ekosistem yang memudahkan niat baik masyarakat tersalurkan secara cepat, aman, transparan, dan tepat sasaran.

Rekomendasi Reformasi Regulasi Mendesak

Berdasarkan elaborasi tersebut, AFAS merekomendasikan langkah-langkah reformasi regulasi yang mendesak:

Revisi UU PUB: DPR RI harus segera merevisi UU No. 9 Tahun 1961 tentang PUB dan menggantinya dengan RUU Pemajuan Filantropi yang dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas.

Revisi PP No. 29/1980: Pemerintah harus segera merevisi PP No. 29 Tahun 1980 yang sudah usang.

Surat Edaran Kemensos: Kementerian Sosial harus segera mengeluarkan surat edaran untuk menangguhkan perizinan PUB dalam merespon bencana Sumatera. Kemensos juga diminta menyederhanakan persyaratan, menghapus mekanisme berjenjang, dan menciptakan fast-track mechanism untuk situasi bencana.

Ubah Paradigma: Pemerintah harus mengubah sikap dan paradigma, dari pola pengawasan yang berlebihan menuju kebijakan yang melindungi dan mempermudah partisipasi publik, serta tidak memonopoli saluran bantuan warga.***

Posting Komentar

Untuk kerjasama dan iklan di Bisnistrust.com, silahkan hubungi 0857-1857-1347